Selasa, 16 Juli 2013

marilah kita menghias bunga"

siapa saja yang mau berminat untuk menjadi pekerja toko bunga marilah cari tokonya
KEPUTUSAN FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor : 1/MUNAS VII/MUI/15/2005
Tentang
PERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HKI)
Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam Musyawarah Nasional VII MUI, pada 19-22 Jumadil Akhir 1426H. / 26-29 Juli 2005M., setelah
MENIMBANG :
Bahwa dewasa ini pelanggaran terhadap Hak Kekayaan Intelektual (HKI) telah sampai pada tingkat sangat meresahkan, merugikan dan membahayakan banyak pihak, terutama pemegang hak, negara dan masyarakat;
Bahwa terhadap pelanggaran tersebut, Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) telah mengajukan permohonan fatwa kepada MUI;
Bahwa oleh karena itu, MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang status hukum Islam mengenai HKI, untuk dijadikan pedoman bagi umat islam dan pihak-pihak yang memerlukannya.


MENGINGAT : 1. Firman Allah SWT tentang larangan memakan harta orang lain secara batil (tanoa hak) dan larangan merugikan harta maupun hak orang lain, antara lain :
“Hai orang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janglah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu” (QS. Al-Nisa’ [4]:29).
“Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan”(QS. al Syu`ra[26]:183).
“..kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya” (QS. al-Baqarah[2]:279)
2. Hadis-hadis Nabi berkenaan dengan harta kekayaan, antara lain:
“Barang siapa meninggalkan harta (kekayaan), maka (harta itu) untuk ahli warisnya, dan barang siapa meninggalkan keluarga (miskin), serahkan kepadaku” (H.R. Bukhari).
“Sesungguhnya darah (jiwa) dan hartamu adalah haram (mulia, dilindungi)…”(H.R. al-Tirmizi).
“Rasulullah saw. Menyampaikan khutbah kepada kami; sabdanya: `Ketahuilah: tidak halal bagi seseorang sedikit pun dari harta saudaranya kecuali dengan kerelaan hatinya…`” (H.R. Ahmad).
3. Hadis-hadis tentang larang berbuat zalim, antara lain :
“Hai para hamba-Ku! Sungguh Aku telah haramkan kezaliman atas diri-Ku dan Aku jadikan kezaliman itu sebagai hal yang diharamkan diantaramu; maka, janganlah kamu saling menzalimi…”(H.R Muslim).
“Muslim adalah saudara muslim (yang lain); ia tidak boleh menzalimi dan menghinanya..”(H.R. Bukhari)
4. Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah dari ‘Ubadah bin Shamit, riwayat Ahmad dari Ibnu ‘Abbas, dan Malik dari Yahya :
“Tidak boleh membahayakan (merugikan) diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan (kerugikan) orang lain.”
5. Qawa’id fiqh :
“Bahaya (kerugian) harus dihilangkan.”
“Menghindarkan mafsadat didahulukan atas mendatangkan maslahat.”
“Segala sesuatu yang lahir (timbul) dari sesuatu yang haram adalah haram.”
“Tidak boleh melakukan perbuatan hukum atas (menggunakan) hak milik orang lain tanpa seizinnya.”
MEMPERHATIKAN :
1. Keputusan Majma` al-Fiqih al-Islami nomor 43 (5/5) Mu`tamar V tahun 1409 H/1988 M tentang al-Huquq al-Ma`nawiyyah:
Pertama : Nama dagang, alamat dan mereknya, serta hasil ciptaan (karang-mengarang) dan hasil kreasi adalah hak-hak khusus yang dimiliki oleh pemiliknya, yang dalam abad moderen hak-hak seperti itu mempunyai nilai ekonomis yang diakui orang sebagai kekayaan. Oleh karena itu, hak-hak seperti itu tidak boleh dilanggar.
Kedua : Pemilik hak-hak non-material seperti nama dagang, alamat dan mereknya, dan hak cipta mempunyai kewenangan dengan sejumlah uang dengan syarat terhindar dari berbagai ketidakpastian dan tipuan, seperti halnya dengan kewenangan seseorang terhadap hak-hak yang bersifat material.
Ketiga : Hak cipta, karang-mengarang dari hak cipta lainnya dilindungi ole syara`. Pemiliknya mempunyai kewenangan terhadapnya dan tidak boleh dilanggar.
2. Pendapat Ulama tentang HKI, antara lain :
“Mayoritas ulama dari kalangan mazhab Maliki, Syafi`I dan Hambali berpendapat bahwa hak cipta atas ciptaan yang orsinil dan manfaat tergolong harta berharga sebagaimana benda jika boleh dimanfaatkan secara syara` (hukum Islam)” (Dr. Fathi al-Duraini, Haqq al-Ibtikar fi al-Fiqh al-Islami al-Muqaran, [Bairut: Mu`assasah al-Risalah, 1984], h. 20).
Berkenaan dengan hak kepengarangan (haqq al-ta`lif), salah satu hak cipta, Wahbah al-Zuhaili menegaskan :
“Berdasarkan hal (bahwa hak kepengarangan adalah hak yang dilindungi oleh syara` [hukum Islam] atas dasar qaidah istishlah) tersebut, mencetak ulang atau men-copy buku (tanpa seizing yang sah) dipandang sebagai pelanggaran atau kejahatan terhadap hak pengarang; dalam arti bahwa perbuatan tersebut adalah kemaksiatan yang menimbulkan dosa dalam pandangan Syara` dan merupakan pencurian yang mengharuskan ganti rugi terhadap hak pengarang atas naskah yang dicetak secara melanggar dan zalim, serta menimbulkan kerugian moril yang menimpanya” (Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al_Islami wa Adilllatuhu, [Bairut: Dar al-Fikr al-Mu`ashir, 1998]juz 4, hl 2862).
Pengakuan ulama terhadap hak sebagai peninggalan yang diwarisi : “Tirkah (harta peninggalan, harta pusaka) adalah harta atau hak.” (al_Sayyid al-Bakri, I`anah al-Thalibin, j. II, h. 233).
3. Penjelasan dari pihak MIAP yang diwakili oleh Saudara Ibrahim Senen dalam rapat Komisi Fatwa pada tanggal 26 Mei 2005.
4. Berbagai peraturan perundang-undangan Republik Indonesia tentang HKI beserta seluruh peraturan-peraturan pelaksanaannya dan perubahan-perubahannya, termasuk namun tidak terbatas pada :
1. Undang-undang nomor 29 tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman;
2. Undang-undang nomor 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang;
3. Undang-undang nomor 31 tehun 2000 tentang Desain Industri;
4. Undang-undang nomor 32 tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu;
5. Undang-undang nomor 14 tahun 2001 tentang Paten;
6. Undang-undang nomor 15 tahun 2001 tentang Merek; dan
7. Undang-undang nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta.
5. Pendapat Sidang Komisi C Bidang Fatwa pada Munas VII MUI 2005.
Dengan bertawakkal kepada Allah SWT
















Tidak ada komentar:

Posting Komentar